Rabu, 04 Desember 2013

Laporan Pendahuluan Tentang Epistaksis

"LAPORAN PENDAHULUAN EPISTAKSIS"



1.      DEFINISI
Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung. Sering ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar dapat berhenti sendiri. Harus diingat epitaksis bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu kelainan.

2.      ETIOLOGI
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik.
a.       Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada gambar di halaman ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis).
b.      Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic purpura.

3.      KLASIFIKASI
a.       Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
b.      Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian.

4.      MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri. Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.

5.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menilai keadaan umum dan mencari etiologi, dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal hati dan ginjal.
Dilakukan pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring, setelah keadaan akut diatasi.

6.      KOMPLIKASI
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri, insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan tampon. Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.

7.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis singkat sambil mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah perdarahan berhenti untuk membantu menentukan sebab perdarahan.
Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal penting adalah sebagai berikut :
1.                   Riwayat perdarahan sebelumnya
2.                   Lokasi perdarahan
3.                  Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
4.                   Lama perdarahan dan frekuensinya
5.                   Kecenderungan perdarahan
6.                   Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7.                   Hipertensi
8.                   Diabetes mellitus
9.                   Penyakit hati
10.               Gangguan anti koagulan
11.               Trauma hidung yang belum lama
12.               Obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin)
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.
Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan usaha mencari sumber perdarahan dan menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan, kemungkinan fatal untuk beberapa jam kemudian untuk seorang pasien tua yang mengalami perdarahan banyak akibat efek kehilangan darahnya adalah lebih besar jika disbanding dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu sendiri. Penilaian klinis termasuk pengukuran nadi dan tekanan darah akan menunjukkan apakah pasien berada dalam keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera infuse plasma expander.
Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon, lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan sendirinya.
Posisi penderita sangat penting, sering terjadi pasien dengan perdarahan hidung harus dirawat dengan posisi tegak agar tekanan vena turun.

KONSEP ASKEP
1.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
b.    Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
c.    Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
d.   Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung. 
2.      INTERVENSI
1.    Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh. 
·      Tujuan : meminimalkan perdarahan 
·      Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis 
·      INTERVENSI 
- Monitor keadaan umum pasien 
- Monitor tanda vital 
- Monitor jumlah perdarahan psien 
- Awasi jika terjadi anemia 
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian transfusi, medikasi.

2.    Bersihan Jalan Nafas tidak efektif 
·      Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif 
·      Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis 
·      INTERVENSI 
- Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
- Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
- Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
- Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
- Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/ Membantu pengenceran sekret.
- Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.

3.    Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
·      Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
·      Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
·      INTERVENSI 
-   Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
-   Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
-   Temani klien.
-   Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien 
-   Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
-   Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
-   Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
-   Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
-   Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
-   Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

4.    Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung. 
·      Tujuan : nyeri berkurang atau hilang 
·      Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
·           INTERVENSI
- Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
- Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
- Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
- Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
- Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
- Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.fkunhas.com
https://www.warta.com
https:// www.blog.ilmukeperawatan.com
https://www.jevuska.com
Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta.
Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar